balada empat ekor kucing dan kontroversi keluarga (part 1- latar belakang)

Normal 0 false false false IN X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

Rasanya seperti baru kemarin sore, dua ekor kucing kecil (calon gadis kucing) saya adopsi dari Himpunan Mahasiswa Arsitektur Universitas Brawijaya Malang. Hari itu sekitar pertengahan bulan Juli 2005.

Sebenarnya rasa suka saya pada hewan berlabel ‘kucing’ memang sudah secara alamiah tumbuh sejak kecil. Beberapakali memelihara kucing dirumah, sepertinya kucing-kucing itu datang dan pergi begitu saja dari rumah. Salah satu yang membawa kesan adalah Pusyaw, seekor kucing betina. Keahliannya yang diakui seluruh keluarga adalah kelihaiannya dalam menangkap tikus. Tapi satu kelemahannya, setiap melahirkan, pasti anaknya mati. Bukan apa-apa, tetapi sepertinya produksi ‘ASI’ Pusyaw memang kurang, walaupun sudah dibantu dengan suplemen pil untuk ibu menyusui. Kelemahan tersebut mau tidak mau berakibat fatal pada nyawa anak-anaknya. Sempat saya dan adik memberikan bayi-bayi kucing itu susu melalui botol susu kecil khusus hewan. Namun mungkin karena masih terlalu kecil, mereka tetap tak mampu meminum susunya. Setiap saat, pagi-siang-malam, suara tangis jerit kelaparan anak-anak kucing itu terdengar begitu menyedihkan. Beberapakali moment menjelang kematian anak-anak Pusyaw serasa menjadi tragedi dirumah, terutama bagi saya dan adik. Suara tangisan bayi-bayi kucing itu saya rasakan begitu menyayat hati dan mengganggu perasaan. Efeknya susah tidur, menangis, dan perasaan tidak enak selama berhari-hari. Siklus itu yang selalu saya dan adik saya rasakan tiap kali datang musim kucing kawin, dan diiringi hamilnya Pusyaw. Jengah juga lama-kelamaan, sampai suatu ketika ibu saya (tokoh yang bagi para kucing di cerita ini mungkin merupakan tokoh antagonis) menyarankan untuk membuang Pusyaw ke pasar. Antara tega dan tidak tega, namun tidak ingin mengulang sakitnya melihat bayi-bayi kucing mengalami ‘sakaratul maut’ akhirnya saya menyetujui usulan ‘kejam’ itu.

Suatu malam, (saya sudah lupa tanggal pastinya) saya, dan adik, dengan diantar mobil Bapak, membawa Pusyaw dengan karton kardus. Tujuan sudah ditetapkan:pasar Dinoyo. Namun dalam perjalanan, kami bertemu dengan seorang tetangga, Pak Wardi, beliau menawarkan untuk menampung Pusyaw dirumahnya. Ya Allah.. Alhamdulillah.. ternyata nasib Pusyaw masih terselamatkan dari pembuangan. Pak Wardi memang masih terhitung tetangga, namun rumahnya bisa dibilang cukup jauh dari rumah saya, jadi saya pikir Pusyaw tak akan bisa kembali ke rumah kami. Malam itu saya bisa tidur dengan nyenyak…

Namun keesokan paginya, kami dikejutkan dengan suara eongan Pusyaw yang ternyata sudah menunggu untuk dibukakan pintu depan. Ternyata Pusyaw kucing yang cukup cerdas untuk menemukan rumah lamanya yang terpisah sekitar 6 gang dari rumahnya yang baru.

Hmmmmm…. krik.. krik.. krik.. so, then the story goes again….

Begitulah.. kehidupan Pusyawpun kembali berjalan dirumah kami dengan siklusnya seperti biasa, sampai suatu saat ia menghilang dari rumah, dan tak pernah kembali…

Sepeninggal Pusyaw, cukup lama juga kami tak memelihara kucing lagi. Sepertinya sedikit banyak ada juga rasa trauma memelihara kucing betina. Takutnya hamil, dan anaknya meninggal. Lebih baik memelihara kucing jantan, tidak repot, tak perlu ambil resiko.. Kesimpulan itu tampaknya yang ada di benak seluruh keluarga saya di rumah.

Namun ketika melihat dua makhluk lucu di himpunan itu, dua ekor kucing betina belang telon. Masih sangat kecil, lucu, naluri ‘keibuan’ sayapun muncul kembali. Ingin membawa mereka pulang, namun kuatir akan sambutan orang rumah nantinya, apalagi mengingat kedua kucing tersebut adalah kucing betina yang berpotensi menambah populasi jenisnya di kemudian hari. Terjadi pertentangan di hati saya, bawa.. biarkan.. bawa.. biarkan.. bawa.. Namun akhirnya, entah karena provokasi salah seorang teman, kasihan, atau perasaan lain, yang jelas akhirnya saya dengan dibantu teman membawa mereka, ya.. kedua kucing tuna wisma itu saya bawa pulang. Bukan hanya seekor, tapi DUA. Dan keduanya BETINA. Hmmmm… apa kata orang-orang dirumah, yah… biar saja dihadapi nanti..

Bagaimana selanjutnya nasib kucing-kucing lucu ini sesampainya dirumah, nantikan posting berikutnya… ^.^

0 comments:

Posting Komentar