Merantau

Malam ini saya kembali teringat akan sebuah puisi yang pernah saya baca di halaman awal novel negeri lima menara karya A. Fuadi. Kala itu puisi karya Imam Syafii yang mendorong seseorang untuk merantau tersebut terasa benar menyentil hati saya. Terutama karena saat itu saya memang sedang merantau untuk menyelesaikan pendidikan. Berada dalam perantauan yang cukup jauh dari kota kelahiran saya tak jarang membuat saya rindu rumah sehingga ingin cepat-cepat pulang kembali ke rumah.

Okeii.. ini dia puisinya,

Orang pandai dan beradab tak akan diam di kampung halaman

Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang

Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan

Berlelah-lelahlah, manusnya hidup terasa setelah lelah berjuang

Aku melihat air yang rusak karena diam tertahan

Jika mengalir jernih jika tidak kan keruh menggenang

Singa tak akan pernah memangsa jika tak tinggalkan sarang

Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran

Jika saja matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam

Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang

Rembulan jika terus-menerus purnama sepanjang zaman

Orang-orang tidak akan menunggu saat munculnya

Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari ditambang

Setelah diolah dan ditambang manusia ramai memperebutkan

Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan

Jika dibawa ke bandar berubah mahal jadi perhatian hartawan

Imam Syafii

Dikutip dari novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi

Hari ini saya baca puisi itu sekali lagi, tepat disaat saya kembali berada dalam perantauan. Kali ini bukan untuk menyelesaikan studi, namun dalam rangka membagikan ilmu. Berharap apa yang saya bagikan bisa menjadi manfaat bagi banyak orang, sekaligus menjadi satu amalan baik bagi diri saya.

Saya memang belum pernah merantau terlalu jauh dari rumah, masih di satu pulau: Jawa. Belumlagi menyeberangi selat apalagi samudera. Namun dari perantauan yang tak seberapa jauh itu saya dapat merasakan dalamnya makna dalam puisi tersebut.

Merantau: bisa berarti keluar dari zona kenyamanan utama dalam diri kita, keluarga. Meninggalkan keluarga; ayah, ibu, saudara-saudara yang selalu siap sedia mendampingi kapanpun kita butuhkan, yang selalu mencintai kita tanpa syarat. Berat. Saya yakin itu yang selalu ada dalam benak setiap orang yang baru memulai langkah pertama untuk merantau. Merantau artinya memulai dari titik nol. Sepenuhnya mengandalkan diri sendiri, karena di tempat yang baru itu tak ada lagi ayah, ibu, ataupun saudara yang dahulu biasa diandalkan.

Selalu berusaha mengeluarkan segenap kemampuan untuk survive, menyelesaikan segala masalah sendiri. Agaknya inilah menurut saya yang mengasah jiwa-jiwa perantau sehingga menjadi lebih ‘kuat’ setiap harinya. Pengalaman baru, teman baru, masalah baru tak terasa membuat para perantau menemukan jati diri mereka yang sesungguhnya. Jati diri yang tak lagi berada dibalik bayang-bayang ayah, ibu, atau keluarga lain yang dahulu mendampingi.

Merantau bagi saya juga memunculkan arti lebih tentang indahnya keluarga. Hidup jauh dari ayah, ibu, dan adik-adik yang kadangkala tak saya sadari arti pentingnya ketika dekat, kini membuat saya lebih lebih dan lebih menghargai arti hadirnya mereka. Rindu, cinta, kasih sayang yang tanpa syarat. Itulah yang kini saya rasakan tentang keluarga. Selalu ada saat dibutuhkan. Kapanpun. Baik diminta ataupun tidak. Saya sadar.. sejauh-jauhnya kita merantau, kita akan selalu bisa pulang pada mereka. Keluarga…

Saya masih ingin merantau. Melihat dan merasakan segala sesuatu yang belum pernah saya lihat dan rasakan hingga saat ini. Mengalami segala pengalaman yang belum pernah saya alami hingga detik ini. Mengenal dan bersaudara dengan berbagai jenis dan karakteristik manusia yang bisa membuka mata dan hati saya akan luasnya dunia. Sungguh saya masih ingin merantau, meskipun ditengah keterbatasan-keterbatasan saya saat ini.

Saya memang ingin merantau. Tapi tak selamanya. Sungguh kemanapun rencana Allah membawa saya kelak, cita-cita terdalam saya tetap adalah pulang. Kembali ketengah orang-orang yang saya cintai. Keluarga. Saya sadar, kebahagiaan sejati bagi saya adalah berada ditengah-tengah mereka, keluarga. Bisa memandang mereka kapanpun saya mau, bercanda bersama, melihat mereka tersenyum, semua itu adalah kebahagiaan sejati untuk saya, mimpi saya yang terdalam. Berbakti pada ayah dan ibu, membahagiakan mereka, bagi saya adalah hal yang tak pernah cukup…

Ps: Jepang adalah salah satu negara yang sangat ingin saya kunjungi. Tak tahu mengapa, hati ini seolah begitu dekat dan terpaut dengan salah satu negara di Asia itu. Entah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, atau sekedar berlibur, atau tujuan lain… Saya yakin suatu hari saya akan menginjakkan kaki di negeri sakura itu, insya Allah.. (amiin…)

0 comments:

Posting Komentar