Oleh-oleh studi tour—Part 1. KALIANDRA

Kaliandra, nama tempat yang sebelumnya hanya saya tahu sebagai lokasi out-bond. Sudah, itu saja. Tidak ada yang istimewa. Sama sekali tidak ada, hingga kemarin 12 Maret 2012 saya sebagai salah satu pengajar berkesempatan mengunjungi tempat ini melalui rangkaian kegiatan study tour mahasiswa arsitektur-elektro-komputer akuntansi Universitas Widya Kartika Surabaya. Saat itulah saya baru menyadari bahwa tempat ini—dan orang-orang yang terlibat di dalamnya sungguh luar biasa.

Sebagai seorang dengan latar belakang pendidikan arsitektur, tentu saya mengagumi Kaliandra dari sisi komposisi arsitektural bangunannya yang beridentitas--begitu khas Indonesia. Sudah tentu saya juga mengagumi apiknya pengolahan lansekap yang menyuguhkan pengalaman ruang menarik melalui serangkaian serial vista yang tercipta. Namun bukan hanya itu saja. Bagi saya keindahan tempat ini lebih dari sekedar keindahan fisik desain arsitekturalnya, tetapi bagaimana konsep pengembangan tempat ini mampu menjadi angin penyejuk bagi masyarakat desa disekitarnya, juga pada lingkungan disekitar kompleks ini berada.

pendopo kaliandra - arsitektur jawa

Beuh… berat banget kedengarannya ya? Hehehe.. Yah.. memang begitu. Menurut saya profesi arsitek adalah profesi yang penuh tanggung jawab. Arsitek menggambar dan mendesain bangunan bukan hanya sekedar untuk keren-kerenan. Bagi saya seorang arsitek yang sukses bukan hanya dilihat dari seberapa indah dan ‘wah’ karyanya tetapi lebih dari itu seorang arsitek yang sukses adalah yang mampu mempertanggungjawabkan karyanya pada lingkungan dan masyarakat sekitar bangunannya berdiri. Seorang arsitek mendesain gedung tinggi--megah, namun ujung-ujungnya lingkungan sekitar jadi banjir. Atau mendesain dan membangun mall megah yang selalu ramai dikunjungi orang, namun akhirnya malah membuat warga sekitar yang tadinya punya toko jadi kehilangan pembeli. Lalu untuk apa bangunan-bangunan megah itu berdiri?? Sebagai icon konsumerisme dan pemenuhan keinginan klienkah? Atau hanya sebagai koleksi portfolio sang arsitek?? Sungguh sayang kalau begitu…

Yap, arsitek memang bukan hanya sekedar tukang gambar bagi klien. Seorang arsitek harus sepenuhnya sadar bahwa hasil rancangannya akan memberikan kontribusi--dampak bagi lingkungan sekitar. Bukan hanya lingkungan fisik, namun juga masyarakat setempat. Sudah tentu dampak positif yang diharapkan terjadi, baik pada lingkungan maupun kehidupan dan penghidupan masyarakat disekitarnya. Sehingga terjadi keberlanjutan yang positif—istilah kerennya sustainable J Disitulah adanya visi—niat positif dari seorang arsitek akan sangat-sangat berpengaruh. Sulit memang… namun bukan mustahil.

Okeiii… kembali ke Kaliandra. Seperti sudah saya tuliskan diatas, nilai positif Kaliandra terletak pada keberhasilannya membangun lingkungan dan membangun masyarakatnya menjadi lebih baik.

Terletak di hutan pada lereng Gunung Arjuna tempat mata air yang memenuhi 60% kebutuhan penduduk Jawa Timur memancar. Tapak kaliandra memiliki kelebihan dari sisi panorama alami dan udaranya yang masih bersih. Diceritakan oleh Bapak Tim Kaliandra (saya lupa nama Bapak, maafkan saya Pak,, ) bahwa penduduk desa sekitar Kaliandra dulunya berprofesi sebagai penjual arang, dimana arang-arang tersebut mereka dapatkan dari hasil pembakaran pohon-pohon di hutan. Selain itu sebagian warga juga berprofesi sebagai pemburu hewan di hutan. Para pemburu ini tentunya menguasai setiap jengkal hutan dengan sangat baik.

Dengan pendekatan yang baik serta pemahaman yang baik akan kelebihan dan kelemahan yang dimiliki masyarakat, tim kaliandra mengubah kelemahan menjadi kesempatan, sedangkan kelebihan menjadi potensi untuk dikembangkan. Warga yang semula berjualan arang, diajarkan bercocok tanam organik, bahkan diajak bermitra langsung dengan kaliandra—sehingga mereka kini tak lagi membakar hutan. Warga yang jadi pemburu diajarkan pengetahuan gude—penunjuk jalan untuk wisatawan-wisatawan, sehingga mereka tak lagi memburu hewan, tetapi tetap survive secara ekonomi, bahkan mengalami peningkatan. Berbagai pendidikan dasar seperti baca tulis, bahasa Inggris, serta seni bermain gamelan yang memperhalus perasaan saembari menanamkan nilai-nilai pentingnya mengelola dan menjaga lingkungan diberikan pada anak-anak desa sekitar. Penting dilakukan, mengingat pendidikan adalah basis dari perubahan. Selain itu, mengajarkan pada anak-anak tentulah cara yang lebih cepat dan efektif untuk merubah kebiasaan.

lahan pertanian organik
Untuk menunjang segala kegiatan tersebut, berbagai fungsi penunjang diciptakan. Paket wisata, penginapan, outbond, paket pelatihan dan pembelajaran budaya juga lingkungan hidup. Kesemuanya ditunjang desain arsitektur yang memikat. Asri, alami, khas Indonesia.

Sungguh sebuah karya yang komplit dan bermanfaat…

Sayapun ingin menghasilkan karya seperti itu kelak, semoga.. (aminn)

0 comments:

Posting Komentar